Minggu, 05 Mei 2013

::::: MENCARI MAKNA KEHIDUPAN ::::

Bagai katak di ujung tanduk,barangkali begitulah melukiskan keadaan kondisiku saat ini,

Panggil saja paija, aku seorang anak perempuan yang cacat tampa kaki sebelah, tapi semua itu tak pernah menyurutkan aku mencari biaya untuk keluargaku, bapakku sudah meninggal waktu adik bungsuku masih bayi, kini ibu dan keenam keluargaku tinggal di sebuah gubuk kecil di pingiran kota, pada waktu pagi semua terlelap tidur aku bergegas mencari rejeki di pinggiran jalan raya untuk mengamen, mungkin karena kondisiku yang cacat sering kali ejekan demi ejekan aku terima dari temanku, sedih hati ini tidak semua orang berharap menjadi orang yang cacat.

Umur 14 tahun,ibuku sakit parah dan akhirnya meninggal, menyesal hati ini, andaikan aku punya uang yang banyak pasti nyawa ibuku terselamatkan, tapi penghasilanku tidak seberapa hanya cukup untuk makan adik-adikku, kini beban semakin di pundakku, rasa ingin sekolah aku tepis jauh-jauh, aku harus bisa menjadi bapak dan ibu untuk 1 kakak perempuanku yang berumur 17 tahun dan adik-adikku ,tiap pagi sampai sore ku berjuang mencari rejeki, sedangkan kakak sibuk mengurus di rumah merawat adik-adikku.

Kadang lelah tenaga ini lelah pikiran ini, tapi hidup harus di jalani, tiap pagi aku bagaikan menjadi bapak untuk adik-adikku yang mau berangkat sekolah untuk meminta uang saku.

Air mata ini menetes, jika melihat adik kecilku tidur berjejer bagaikan pindang asin yang di pajang di pasar. Aku hanya bisa memandang baju dan alas tidur yang tak layak di pakai buat mereka tapi apa daya aku sudah berusaha membahagiakan mereka tapi  sungguh sudah maksimal.

Terbesit di benak ini,aku ingin adik-adiku hidup layak, tidak kesusahan seperti aku dan kakak ku, akhirnya kuputuskan  mendatangi sebuah panti asuhan dan mengharap sudi kiranya panti asuhan itu merawat adik-adikku.

Alhamdulillah ALLAH MAHA BESAR, mereka dengan senang hati menerima ke empat adiku,dengan dalih berbohong ku ajak mereka ke sebuah rumah besar dan bersih yaitu pondok sebuah yatim piatu, air mata ini meleleh di kalah melihat adik-adikku berlarian ke lapangan dan main ayun-ayunan, aku belum pernah sekalipun melihat wajah bahagia mereka seperti saat ini, tiba waktunya aku undur diri, pak ustadz pun berharap aku tinggal di tempat ini, tapi aku tolak permintaan itu ,kakakku akan menikah, dia akan tinggal dengan suaminya aku akan menempati rumah kecil peninggalan bapak dan ibuku.

Kucium adikku satu persatu, mereka melihat air mataku membasahi pipiku,dan bertanya, " kenapa kakak menangis..?", ujar salah satu adiku, "kakak hanya capek, kalian di sini baik baik dengarkan kata pak ustadz dan ibu yang merawat kalian..!!",  kataku sambil berlinangan air mataku.
"tidak kak,kita mau ikut kakak saja kami janji gak nakal jangan tinggal kami kak...", ujar salah satu adiku,betapa runtuh hati jiwa ini,belum pernah sekalipun kami berpisah,tp demi kebahagiaan mereka ini harus di terjadi,
"Dengar ya,kalau kalian masih menangis dan gak dengar omonganku jangan harap kalian bertemu aku lagi..", kataku sambil sedikit membentak.
"iya kak, kami janji akan patuh sama pak ustadz dan ibu di sini yang merawat kami, tapi kakak janji jangan pernah tinggal kan kami..."
Ya allah,sungguh aku tak mampu menerima ucapan salah satu adiku, aku sungguh gak mampu ku peluk mereka dan kami pun menangis bersama sama dan aku pun berpamitan pada adik-adikku "jaga diri kalian baik-baik, lain kali kakak akan datang menjenguk kalian", ujarku.

"iya kakak,kami tunggu,kata si bungsu, da ..da ..da kakak ..cepat jenguk kami lagi ya," dia lambaikan tangan untuku sambil ku lihat air mata mereka menetes di pipinya.

Akupun berpamitan, sekali lagi pak ustadz menawariku tinggal di asrama, tp aku tolak, aku ingin merawat rumah peninggalan orang tuaku.
Setelah aku keluar dari pintu pagar, aku lihat adik bungsuku lari mengejarku sambil menangis memanggil namaku, dengan cepat aku langkahkan kaki ini yang di temani sebuah kayu untuk menghindari adiku.

"Kakakkkkkkkkkk....jangan tinggal kan kami,aku mau kakak....", ku dengar rengekan si bungsu, aku yang sembunyi di balik mobil yang terparkir di depan asrama pun tak mampu memendung air mata, "Maaf kan aku, ini semua demi kebaikan kalian batinku."

Kini rumah yang aku tempati begitu sepi.tak terasa air mata ini jatuh di pipi,aku rindu adik-adikku, aku rindu canda tawa mereka, aku rindu melihat mereka gembira sekali di saat aku pulang ngamen, aku bawakan cilok kesukaan mereka, tapi kini hidupku sunyi sepi, tapi aku berharap mereka akan sukses suatu kelak tidak seperti aku yang cacat dan tidak berpendidikan sama sekali, malam telah larut, mata ini ingin ku tutup, tapi air mata ini tetap meleleh, "AKU KANGEN KALIAN DIK" ucap lirihku dan akhrinya aku pun tertidur.

~TAMAT~

*NIB : mampukah kita menyayangi saudara saudara kita.

Sabtu, 30 Maret 2013

ANAK KECIL

Suatu ketika terlihat dua anak kecil kakak beradik sedang berebut sebuah mainan di depan teras rumah. Mereka memperebutkan sebuah mainan robot-robotan.

“Mainan ini miliku!” kata anak itu sanbil menarik mainan robot yang di pegang adiknya.

“Adik pinjam sebentar!” kata sang adik sambil memegang mainan tersebut.

“Ga boleh, kakak mau main!” kata sang kakak. Karena tidak sabar, sang kakak mulai memukul kepala sang adik.

“Waaaaaaaaaaa, kakak jahat, kakak jahat!” sang adik menangis dan berlari menuju ibunya. Sang Ibu terlihat berusaha mendiamkan dengan mencarikan mainan pengganti.

Tak lama kemudian, sang adik mendekati kakaknya, dan memamerkan mainan barunya kepada kakaknya.

“Mainanku lebih bagus!” dengan bangga sang adik berbicara kepada kakaknya.

“Ah, biasa aja! Yuk main bareng!” ajak sang kakak kepada adiknya.

Kemudian sang adik bermain bersama kakaknya kembali dengan canda dan tawa. Sang adik melupakan rasa sakitnya karena dipukul oleh kakaknya tadi.

~~~

Sahabatku, seharusnya kita malu kepada sikap anak-anak kecil. Mereka mudah sekali melupakan dan memaafkan kesalahan saudaranya sendiri. Tidak butuh waktu lama mereka untuk akur kembali. Bahkan mereka tidak membutuhkan kata maaf dari saudaranya.

Sungguh beda dengan diri kita. Berat sekali kita memaafkan kesalahan seseorang. Jangankan yang belum meminta maaf, yang sudah meminta maafpun kita merasa berat untuk memberikan kata maaf. Bahkan kita enggan menatap wajahnya. Memendam kemarahan hingga bertahun-tahun. Tanpa sadar kita telah memendam banyak bara amarah dalam diri kita.

Sahabatku, belajarlah utuk mudah memaafkan orang lain. Lupakanlah kesalahan mereka, dan sebaliknya ingatlah selalu jasa mereka. Buanglah bara-bara amarah dalam diri kita ini dengan pemberian maaf yang tulus dan ikhlas. Bahkan ketika mereka belum meminta maaf kepada kita.

Yakinlah, suatu saat anda akan terkejut, bahwa hidup ini ternyata sungguh jauh lebih indah dari biasanya, Insya Allah.

Semoga Bermanfaat...
Salam motivasi !

PAKAIAN

Suatu ketika, hiduplah sebuah keluarga yang sederhana. Mereka tak kaya, walaupun juga tidaklah miskin. Pada suatu malam, saat keluarga itu sedang bersiap untuk makan, ada sebuah ketukan di pintu depan rumah mereka. Sang Ayah lalu menghampiri pintu itu, dan membukanya.

Disana, berdiri seorang pria tua, yang berpakaian kumuh, dengan celana yang koyak, dan baju dengan beberapa buah kancing yang hilang. Pria itu rupanya penjual buah-buahan. Ia bertanya apakah keluarga itu membutuhkan hidangan penutup. Sang Ayah segera mengiyakan, sebab, ia ingin agar pria itu segera pergi.

Namun, lama kemudian, hubungan itu menjadi semakin erat.

Setiap minggu, pria tua itu selalu membawakan sekeranjang buah-buahan pada keluarga tadi. Dan keluarga itu juga selalu membelinya. Keluarga itu juga menyadari, ternyata pria tua itu juga hampir buta, akibat katarak yang di deritanya. Tetapi, pria tua itu begitu bersahabat, sehingga, keluarga itu pun menyadari bahwa, ia orang yang menyenangkan. Dan mereka selalu menantikan kehadiran pria dengan keranjang buah itu.

Suatu hari, saat hendak menyampaikan buah-buahan, pria tua itu berkata, "Aku punya anugrah yang sangat besar kemarin. Aku menemukan sekeranjang pakaian yang ditinggalkan seseorang buatku di depan rumah. Rupanya, ada yang ingin memberikan keranjang itu buatku."

Keluarga tadi, yang yakin bahwa pria itu sangat membutuhkan pakaian, lalu berujar, "Ya, bagus sekali. Anda pasti senang sekali dengan anugrah itu."

Pria tua yang hampir buta itu lalu berkata lagi, "Namun, anugrah terbesar yang aku dapatkan adalah, aku menemukan keluarga lain yang lebih patut menerimanya daripadaku.

~~~

Sahabatku, ini adalah sebuah cermin buat kita. Cermin dimana kita bisa berkaca, dan memahami, bahwa, terlalu sering kita merasa tak cukup dengan semua pemberian Tuhan. Terlalu sering, kita berpikir, bahwa, kitalah yang paling berhak untuk di tolong, yang paling cocok, untuk mendapatkan pemberian.

Kita, kadang terlalu serakah, terlalu tamak dengan semua anugrah yang Tuhan berikan buat kita. Seakan-akan, semua yang kita dapatkan, HANYALAH, buat kita sendiri. Padahal, kita semua tahu, dalam setiap anugrah yang kita dapatkan, terselip juga hak-hak orang lain. Dan, akibat ketamakan itu, kitapun kadang enggan untuk berbagi. Enggan untuk menyampaikan anugrah itu kepada yang lebih patut, dan lebih berhak menerimanya.

Saya jadi teringat, kata-kata Pak Mario Teguh, saat ditanya, "Kenapa ada orang yang selalu merasa kurang dan kurang?", kemudian jawab beliau kurang lebih "Orang yang berhak merasa kurang, adalah mereka yang suka memberi, karena dia ingin memberikan sesuatu yang bermanfaat sebanyak-banyaknya kepada mereka yang membutuhkan"

Sahabatku, masih banyak saudara kita, yang mungkin nasibnya tidak sebaik kita...

Thanks....
Salam Motivasi !

JAM TANGAN

Alkisah, Seorang pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya. "Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31.104.000 kali selama setahun?"
"Ha?," kata jam terperanjat, "Mana sanggup saya?"

Tukang jam pun terdiam....
"Bagaimana kalau 86.400 kali dalam sehari?"

"ha...Delapan puluh ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini?" jawab jam penuh keraguan.

Tukang jam pun terdiam....
"Bagaimana kalau 3.600 kali dalam satu jam?"

"Apaa..Dalam satu jam harus berdetak 3.600 kali?"
"Banyak sekali itu" tetap saja jam ragu-ragu dengan kemampuan dirinya.

Tukang jam pun terdiam....

Lalu tukang jam itu dengan penuh kesabaran kemudian bicara kepada si jam.

"Kalau begitu, sanggupkah kamu berdetak satu kalisetiap detik?"

"Naaaa, kalau begitu, aku sanggup!" kata jamdengan penuh antusias.

Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik.

Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti. Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 86.400 kali dalam sehari..dan 3.600 kali dalam satu jam..dan tentu saja 31.104.000 kali selama setahun!!!

~~~

Sahabatku, Ada kalanya kita ragu-ragu dengan segala tugas pekerjaan yang terasa begitu berat. Namun sebenarnya jika kita sudah menjalankannya, ternyata kita mampu, bahkan sesuatu yang mungkin semula kita anggap tidak mungkin untuk dilakukan. Yakinlah kepada Tuhan! Dia sudah mengukur kemampuan Hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya bersamaan dengan kesulitan yang kita hadapi, ada kemudahan di dalamnya.

Sahabatku, saya jadi teringat sebuah cerita dari teman, tentang anak yang bertanya kepada ayahnya,

"Ayah, bisakah seumur hidup, kita bersih tanpa dosa?" tanya sang anak.
Sang ayah hanya menggelengkan kepala.

"Gimana kalo setahun?" tanyanya lagi. Ayahpun menggelengkan kepala sambil tersenyum,

"Kalo seminggu, gimana?" tanyanya lagi. Ayah menjawab. "Masih berat anaku, kayaknya nggak mungkin..."

"Nah, kalo satu jam bersih tanpa dosa", sang Ayah menjawab, "hmm..kalo sejam itu mungkin, Insya Allah"

"Jika demikian, aku akan berusaha hidup benar dari jam ke jam, ayah. Lebih mudah menjalaninya, dan aku akan menjaganya dari jam ke jam, sehingga aku dapat hidup dengan benar...."

Sang ayah terkejut, akan jawaban sang anak yang begitu dalam maknanya....

Subhanallah...

Terimakasih telah membaca...
Semoga bermanfaat...

Salam Motivasi !

KEBIASAAN

Di suatu sore Ayah mengajak anak remajanya yang agak nakal dan mempunyai kebiasaan-kebiasaan buruk untuk berjalan-jalan dihutan sekitar perkebunan mereka. "Engkau melihat pohon itu? Cobalah engkau mencabutnya," kata sang Ayah sambil menunujuk pada salah satu pohon kecil dipinggir hutan.

Dengan segera anak remaja itu berlari dengan satu tangan saja mencabut pohon kecil itu. Mereka terus berjalan dan kali ini sang ayah menunjuk sebuah sebuah pohon yang sudah agak besar . "Sekarang coba cabut pohon itu. Dengan segera pula si anak remaja mencabut pohon itu, tetapi kali ini tidak dengan satu tangan. Ia harus mencabutnya dengan kedua tangannya.

Setelah berjalan beberapa langkah lagi sang Ayah menunjuk sebuah pohon cemara yang cukup besar. "Sekarang Ayah mau engkau mencabut pohon itu." Dengan kaget anak remaja itu menjawab, "Yang benar saja Ayah, itu kan besar dengan seluruh kekuatanku pun aku tak dapat mencabutnya. Pohon itu hanya dapat ditebang dengan Buldozer.”

"Benar katamu," jawab sang Ayah. Mereka kemudian duduk berdua dipinggir Hutan. "Sekarang dengar," kata sang Ayah memulai pelajarannya. Sesuatu yang belum terlalu lama dibiarkan, masih bisa dihilangkan dengan mudah. Seperti ketika engkau mencabut pohon kecil tadi dengan satu tanganmu. Tetapi kebiasaan yang sudah agak lama dibiarkan, masih bisa dihilangkan tetapi dengan usaha dan kerja keras, seperti ketika engkau mencabut pohon kedua dengan kedua tanganmu.

Sedangkan kebiasaan yang sudah mendarah daging karena sudah dibiasakan dan dipelihara, akan sangat sulit menghilangkannya kecuali dengan pertolongan Allah Swt. Maka belajarlah segera membuang hal-hal yang tidak berkenan kepada Allah dan jangan membiasakan dirimu melakukan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik.

~~~

Sahabatku, banyak hal yang merupakan kebiasaan buruk. Kita tahu hal itu tidak benar tetapi kita membiasakan diri melakukannya tanpa merasa berdosa. Kita tahu hal itu tidak benar tetapi kita membiasakan diri melakukannya tanpa merasa berdosa.

Kebohongan, ketidakjujuran, kesombongan, kedengkian, kemalasan, perselisihan, judi, mabuk-mabukan, perzinahan dan lain-lain. Semakin lama kebiasaan itu akan tumbuh dengan suburnya sehingga kita sulit menghilangkannya.

Hanya anda saja yang tahu kebiasaan buruk apa yang sedang Anda biarkan bertumbuh didalam dirimu saat ini. Jangan biarkan sampai berakar. Sebaliknya, biasakanlah diri Anda melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik, yang terpuji dan yang manis dihadapan Tuhan. Jika anda membiasakan diri dengan hal-hal ini, maka Anda akan melihat betapa itu akan bertumbuh dengan subur, berakar dengan kuat dan berbuah lebat.

Terimakasih telah membaca...
Salam Motivasi !

SEPATU RAJA

Suatu ketika, hiduplah seorang raja baru yang sangat berkuasa. Negrinya luas, meliputi segenap gunung dan lembah. Rakyatnya banyak, hingga sampai ke ujung pantai dan dalamnya hutan.

Sang Raja pun sangat perhatian dengan rakyatnya. Hingga, ia sering berkeliling, dan melakukan pengecekan di setiap wilayah kekuasaannya. Ia ingin lebih dekat dengan rakyatnya dan mengetahui apa yang dirasakan mereka.

Karena dia baru saja memerintah, sang Raja tak paham dengan semua tanah kekuasaannya. Saat kembali ke istana setelah perjalanan itu, ia merasa sangat lelah. Kakinya nyeri dan sakit, setelah melakukan perjalanan panjang. Jalan yang ditempuhnya memang jauh dan berliku. Sebab, sang Raja enggan untuk di tandu, dan memilih untuk berjalan kaki, bersama dengan pasukannya.

Sang Raja mengeluh dengan keadaannya ini. Sambil memegang kakinya yang sakit, sang Raja berpikir bagaimana caranya agar ia tak perlu merasakan nyeri ini setiap berjalan jauh. Ah, dia menemukan penyelesaian. "Kalau saja, setiap jalan yang aku lewati dilapisi dengan kulit, dan permadani, tentu, aku akan merasa nyaman dan semua orang pun begitu", begitu gumamnya dalam hati. "Aku tentu tak akan perlu merasakan sakit seperti ini. Dan mungkin rakyat-rakyatku dapat berjalan dengan nyaman"

Akhirnya sang Raja memerintahkan prajuritnya untuk melapisi setiap jalan yang di tempuhnya dengan kulit. Semua jalan, tanpa kecuali. Namun, sebelum sang Prajurit bergegas untuk melaksanakan, penasehat Raja menyuruhnya untuk berhenti. Sang Penasehat lalu berkata, "Duhai Tuanku, tentu, rencana ini akan memerlukan banyak sekali kulit dan permadani. Kita akan butuh banyak biaya, dan akan mengurangi keuangan kerajaan.

Sang Raja tampak heran, dan berkata, "Lalu, apa pendapatmu tentang hal ini? Penasehat Raja lalu menghampiri sang Raja, kemudian berujar, "Tuanku, mengapa baginda harus mengeluarkan banyak biaya untuk hal ini? Kenapa Baginda tidak memotong sedikit saja dari kulit itu dan melapisinya di kaki Baginda?

Baginda terkejut. Namun, tak lama kemudian, Raja setuju dengan usul membuat "sepatu" itu untuk dirinya. Akhirnya, Raja membatalkan niatnya untuk membuat jalan dengan kulit. Ia dapat terus melakukan kunjungan ke rakyatnya, tanpa takut lelah dan nyeri kesakitan.

***

Sahabat, ada pelajaran yang berharga dari cerita itu. Untuk membuat dunia menjadi tempat yang nyaman untuk hidup, kadangkala, kita harus mengubah cara pandang kita, hati kita, dan diri kita sendiri, dan bukan dengan jalan mengubah seluruh dunia itu.

Sahabat, jalan yang di tempuh oleh sang Raja memang panjang dan berliku. Ruas yang ditempuhnya memang terjal dan berbatu. Namun, haruskah ia melapisi semuanya dengan permadani berbulu? Haruskah jalan-jalan itu dibuat landai dan tenang, dan menutupnya dengan kulit yang halus?

Sahabatku,
Tuhan Maha Adil dan Bijaksana,,,diciptakan dunia ini dengan segala keragaman sifat dan keadaannya, bukan untuk mempersulit manusia. Tapi kebalikannya,,,dengan ini manusia bisa belajar dari kehidupan,,,

Ya, memang, jalan kehidupan yang kita tempuh masih terjal dan berbatu. Manakah yang kita pilih, melapisi setiap jalan itu dengan permadani berbulu agar kita tak pernah merasakan sakit, atau, melapisi hati kita dengan "sepatu", agar kita dapat bertahan melalui jalan-jalan itu?

Salam Motivasi !

PANAH

Suatu ketika, hiduplah seorang bijak yang mahir memanah. Dia, mempunyai 3 orang murid yang setia. Ketiga pemuda tersebut, amatlah tekun menerima setiap pelajaran yang diberikan oleh guru tuanya itu. Mereka bertiga sangat patuh, dan tumbuh menjadi 3 orang pemanah yang ulung. Telah banyak buruan yang mereka dapatkan. Bidikan mereka bertiga sangatlah jitu. Sampai suatu ketika, tibalah saat untuk ujian bagi ketiganya.

Sang guru, kemudian memilih lokasi ujian di sekitar tempat mereka belajar. Pilihannya jatuh pada sebuah pohon besar dengan latar belakang gunung yang indah. Di letakkannya sebuah burung-burungan kayu, pada cabang pohon itu. Setelah mengambil jarak beberapa puluh meter, Ia lalu berkata, "Muridku, lihatlah ke arah gunung itu, apa yang akan kau bidik.."

Murid pertama maju ke depan. Busur dan anak panah telah disiapkan. Dengan lantang, ia menjawab, "Aku melihat sebuah batang pohon. Itulah sasaran bidikanku." Sang guru tersenyum. Ia memberikan tanda, agar muridnya itu menunda bidikannya. Sesaat kemudian, murid yang kedua pun melangkah mendekat. "Bukan. Aku melihat sebuah burung. Itulah sasaran bidikanku. Biarkan aku memanahnya Guru. Nanti, " seru murid itu, "kita bisa memanggang burung yang lezat untuk makan siang."

Sang guru kembali tersenyum. Diisyaratkan tanda agar jangan memanah dulu. Ia bertanya kepada murid yang ketiga. "Apa yang kau lihat ke arah gunung itu?" Murid ketiga terdiam. Ia mengambil sebuah anak panah. Di rentangkannya tali busur, dibidiknya ke arah pohon tadi. Tali-tali itu menegang kuat. "Aku hanya melihat bola mata seekor burung-burungan kayu. Itulah bidikanku." Diturunkannya busur itu. Tali-tali panah tak lagi meregang. Sang Guru kembali tersenyum, namun kali ini, dengan rasa bangga yang penuh.

"Muridku, sejujurnya, kalian semua layak untuk lulus ujian ini. Namun, ada satu hal yang perlu kalian ingat dalam memanah. Fokus. Sekali lagi, fokus. Tentukan bidikan kalian dengan cermat. Tujuan yang jelas, akan selalu meniadakan hal-hal yang menjadi penganggunya." Ia kembali melanjutkan, "Sebuah keberhasilan bidikan, akan ditentukan dari tingkat kesulitan yang dihadapinya. Sebuah pohon besar dan burung, tentu adalah sasaran yang paling mudah untuk di dapat. Namun, bisa mendapatkan bidikan pada bola mata burung-burungan kayu, itulah yang perlu kalian terus latih.

***

Sahabatku, memanah, adalah sama halnya dengan hidup. Kita pun perlu mempunyai fokus. Kita butuh sasaran dan tujuan. Memang, selalu ada banyak godaan-godaan pilihan yang harus di bidik. Selalu ada ribuan sasaran yang akan kita tuju dalam hidup. Ada bidikan yang mudah, dan ada pula bidikan yang sangat mudah.

Namun, kita harus jeli. Kita wajib untuk cermat. Dan, sudahkan kita tentukan tujuan hidup kita dengan jeli, dengan cermat? Tujuan yang terfokus, mungkin bukanlah hadir pada hal-hal yang besar. Tujuan yang terfokus, kerap ada pada sesuatu yang kecil, yang kadang sering dianggap remeh.

Sahabat, selalu ada banyak hiasan-hiasan dan marginalia yang muncul pada setiap tujuan hidup kita. Kadang, hiasan itu terlampau indah, dan membuat kita terpesona, lupa akan tujuan kita sesungguhnya. Marginalia itu kadang begitu menggoda, dan mengaburkan pandangan kita untuk menentukan fokus.

Dan sahabat, mari, bidiklah setiap sasaran itu dengan jeli. Siapkanlah "busur dan panah" hidup kita dengan cermat. Bukankah, nilai dalam lomba memanah, akan diukur dari lingkaran yang terkecil? Dari sanalah nilai terbesar akan kita dapatkan. Karena saya percaya, hidup adalah sama dengan memanah, dengan Tuhan sebagai "wasit penentunya."
 
Salam Motivasi !